Sabtu, 27 November 2010

Perundingan-Perundingan Masa Penjajahan

 

Hi, dude...

Kali ini saya akan memposting artikel Sejarah nih. Nah, untuk anak-anak kelas 3 SMP yang mempelajari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 postingan saya ini juga dipelajari lohh. Buat pengunjung-pengunjung blogku lainnya boleh juga baca loh. Kata pepatah "Bangsa yang tak kenal sejarah adalah bangsa yang bodoh kurang pintar". Tentunya kita pasti belajar dari peristiwa-peristiwa yang udah lama terjadi bukan? Hitung-hitung membaca artikel ini bisa meningkatkan nasionalisme kita loh. Ini bukti perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaannya. Jadi kita bisa sadar dan mengharumkan nama bangsa kita untuk tidak menyia-nyiakan perjuangan  selama ini. Tentunya postingan saya ini berguna bagi Pengunjung Blog ini. Nah kalo begitu langsung aja deh kita baca...








 KITA LANGSUNG AJA KE TEKAPEEE......
<"Ariel" oveje langsung ikut-ikutan posting gua>


CEKIDOTTT......



 
I.                   Perundingan/Perjanjian Menghadapi NICA
A.      Perundingan Linggarjati
Perundingan Linggarjati dilaksanakan tanggal 10- 15 November 1946 di Linggarjati, dekat Cirebon. Dalam perundingan ini, Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir sedangkan Belanda diwakili oleh Prof. Schermerhorn. Perundingan itu dipimpin oleh Lord Kilearn, seorang diplomat Inggris. Perundingan tersebut menghasilkan 17 Pasal yang pada pokoknya berisi sebagai beriku
  1. Belanda mengakui secara De facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura.
  2. Republik Indonesia dan Belanda aka bekerja sama membentuk Republik Indonesia Serikat yang salah satu bagiannya adalah Republik Indonesia.
  3. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
  4. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949
Hasil perundingan Linggarjati ditandatangani oleh wakil-wakil Indonesia dan Belanda di Istana Rijswijk (sekarang Istana Merdeka) pada 25 Maret 1947. Delegasi Indonesia yang menandatangani perjanjian itu ialah Sutan Syahrir, Mr. Moh. Roem, Mr. Soesanto Tirtoprojo, dan dr. A.K.Gani. Delegasi Belanda ialah Prof. Schermerhorn, Dr. Van Mook, dan van Poll.
Perjanjian Linggarjati menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia, contohnya beberapa partai seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata. Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perjanjian itu adalah bukti lemahnya pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946, dimana bertujuan menambah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat agar pemerintah mendapat suara untuk mendukung perundingan linggarjati. Pergulatan politik menyangkut perbedaan pendapat mengenai hasil perundingan linggarjati menyebabkan jatuhnya Kabinet Syahrir dan digantikan oleh Amir Syarifuddin yang ditugaskan oleh Presiden Soekarno

B.      Perundingan Renville
Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral, USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia, yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap. Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo(orang Indonesia yang berpihak pada Belanda) . Kesepakatan yang diambil dari Perjanjian Renville adalah sebagai berikut :
1.    Belanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatra sebagai bagian wilayah Republik Indonesia
2.    Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda
3.    TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur Indonesia di Yogyakarta

Perundingan Remville menempatkan RI pada kedudukan yang sulit. Wilayah RI menjadi sempit dan dikurung oleh daerah-daerah pendudukan Belanda. Kesulitan bertambah dengan dijalankannya blockade ekonomi oleh Belanda terhadap wilayah RI. Itupun mengundang reaksi keras dari tokoh RI. Akibatnya Kabinet Amir Syarifuddin jatuh dari kedudukannya.

  1. Perjanjian Roem-Royen
Perjanjian Roem-Roijen (juga disebut Perjanjian Roem-Van Roijen) adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Maksud pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama.
Hasil pertemuan ini adalah:
·       Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya
·       Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar
·       Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta
·       Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan semua tawanan perang
Pada tanggal 22 Juni, sebuah pertemuan lain diadakan dan menghasilkan keputusan:
·       Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai perjanjian Renville pada 1948
·       Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan persamaan hak
·       Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada Indonesia

Pada 6 Juli, Sukarno dan Hatta kembali dari pengasingan ke ibukota Yogyakarta. Pada 13 Juli, kabinet Hatta mengesahkan perjanjian Roem-van Roijen. Pada 3 Agustus, gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia dimulai di Jawa (11 Agustus) dan Sumatera (15 Agustus). Konferensi Meja Bundar mencapai persetujuan tentang semua masalah dalam agenda pertemuan, kecuali masalah Papua Belanda.

  1. Konferensi Intern-Indonesia
Untuk menghadapi Konferensi Meja Bundar (KMB), pemerintah Republik Indonesia perlu menyamakan langkah BFO (Bijenkomst Voor Federal Overslag) yang bertujuan memadukan kekuatan nasional untuk menghadapi Belanda. Konferensi Inter Indonesia berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 19-22 Juli 1949 yang dipimpin oleh Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta dengan keputusan:
1.    Negara Indonesia serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) yang berdasrkan demokrasi dan federalisme.
2.    RIS akan dipimpin oleh seorang presiden yang dibantu oleh menteri-menteri
3.    RIS akan menerima kedaulatan, baik dari Republik Indonesia maupun dari Kerajaan Belanda.
4.    Angkatan Perang RIS adalah angkatan perang nasional, Presiden RIS adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS
5.    Pertahanan negara adalah semata-mata hak pemerintah RIS, negar-negra bagian tidak akan mempunyai angkatan perang sendiri.
Sidang kedua Konferensi Inter Indonesia di selenggrakan di Jakarta pada tanggal 30 Juli dengan keputusan:
1.    Bendera RIS adalah Sang Merah Putih
2.    Lagu kebangsaan Indonesia Raya
3.    Bahasa resmi RIS adalah Bahasa Indonesia
4.    Presiden RIS dipilih wakil RI dan BFO. Pengisian anggota MPRS diserahkan kepada kebijakan negara-negara bagian yang jumlahnya enam belas negara. Kedua delegasi juga setuju untuk membentuk panitia persiapan nasional yang bertugas mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan Konferensi Meja Bundar.
  1. Konferensi Meja Bundar
Usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Belanda mendapat kecaman keras dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi, lewat perundingan Linggarjati, perjanjian Renville, perjanjian Roem-van Roijen, dan Konferensi Meja Bundar.
Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan antara pemerintah Republik Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2 November 1949 yang disaksikan wakil-wakil dari UNCI ( United Nation Comission for Indonesia) . KMB dipimpin oleh Perdana Menteri Dr. Willem Dress. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs. Mohammad Hatta dan delegasi BFO diketuai Sultan Hamid II.  Delegasi Belanda Sendiri dipimpin oleh Mr. van Marseveen. UNCI diwakili Chritchley.
Hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah:
·       Serah terima kedaulatan dari pemerintah kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua bagian barat negara terpisah karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal 2 menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari serahterima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.
·       Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia, dengan monarch Belanda sebagai kepala negara
·       Pengambil alihan hutang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia Serikat
II.                 Diplomasi yang dilakukan Indonesia Dalam Menarik Dukungan Internasional
1.                              Konferensi Asia di New Delhi
Konferensi Asia di New Delhi di selenggarakan pada tanggal 20 - 25 Januari 1949. Dalam konferensi tersebut hadir 19 negara termasuk utusan dari Mesir, Italia, dan New Zealand. Wakil-wakil dari Indonesia antara lain Mr. Utoyo Ramelan, Sumitro Djoyohadikusumo, H. Rosyidi, dan lain-lain. Hasil konferensi meliputi:
a.                              pengembalian Pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta
b.                            pembentukan pemerintahan ad interim sebelum tanggal 15 Maret 1949,
c.                             penarikan tentara Belanda dari seluruh wilayah Indonesia, dan
d.                            penyerahan kedaulatan kepada Pemerintah Indonesia Serikat paling lambat tanggal 1 Januari 1950.
Menanggapi rekomendasi Konferensi New Delhi, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan sebuah resolusi tanggal 28 Januari  1949 yang isinya:

    1. penghentian operasi militer dan gerilya
    2. pembebasan tahanan politik Indonesia oleh Belanda
    3. Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta
    4. Akan diadakan perundingan secepatnya.
Dampak Konferensi Asia di New Delhi sangat jelas. Indonesia semakin mendapat dukungan internasional dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda.

2.                             Diplomasi Beras Tahun 1946

Antara India dengan Indonesia terdapat persamaan nasib dan sejarah. Keduanya sama-sama pernah dijajah dan menentang penjajahan. Oleh karenanya, ketika rakyat India mengalami kekurangan bahan makanan, pemerintah Indonesia menawarkan bantuan padi sejumlah 500.000 ton. Perjanjian bantuan Indonesia kepada India ditandatangani tanggal 18 Mei 1946. Perjanjian ini sebenarnya merupakan barter kedua negara, sebab India ternyata juga memberikan bantuan obat-obatan kepada Indonesia. Dampak yang ditimbulkan dari diplomasi beras adalah Indonesia semakin mendapat simpati dunia internasional dalam perjuangannya mengusir Belanda.



1 komentar :

Anonim mengatakan...

pertamax,,
ditunggu postingan selanjjutnya romel,,
n jgn lupa kunjungan balik,,
:)

Free Jonathan Cursors at www.totallyfreecursors.com
/*SYNTAX HIGHLIGHTER*/